Tuesday, March 23, 2010

Takut = Taqwa?


بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Syukur kepada Allah SWT,di atas nikmat keamanan untuk kita beramal ibadah kepadanya, nikmat Islam,Iman dan Ehsan. Nikmat kita dilahirkan dalam keluarga yang bersyahadah. Selawat ke Nabi junjungan Muhammad SAW serta kaum keluarga Bani Hashim, para sahabat-sahabat baginda serta tabi' dan tabi'tabi'in, seterusnya kepada para sahabat-sahabat pembaca sekalian. Ayoh! kita muhasabah amal,koreksi diri dan ilmu, agar hari ini lebih baik daripada semalam dan esok lebih baik daripada hari ini.

Entri kali ini adalah mengenai TAQWA. Teringat penulis sewaktu menghadiri kelas Sejarah Nusantara 2 minggu lepas,perbincangan berkisarkan tentang penghuraian mengenai TAQWA. Orang zaman dahulu sering dimomokkan dengan kisah-kisah hantu..lalu terdidiklah mereka dengan rasa takut kepada hantu.Apabila takut kepada hantu maka mesti lari daripada hantu.Begitulah orang-orang terdahulu terdidik, dan sekarang perihal itu kembali dihidupan oleh orang-orang yang dikatakan berkarya. Berapa banyak sudah cerita-cerita yang mistik ini dijadikan bahan untuk mengaut keuntungan? Tanpa memikirkan natijah atau kesan terhadap akidah masyarakat.Semoga Allah memberi hidayah kepada mereka-mereka ini.

Masyarakat (dahulu dan sekarang)lebih takutkan hantu daripada tuhan (Allah SWT).Oleh kerana itu orang-orang alim dulu menggunakan perkataan TAQWA untuk memberi kefahaman yang jelas dalam soal akidah ini. Sekiranya disebut takut kepada Allah, maka mereka akan lari kerana takut, tetapi berbeza dengan TAQWA, Taqwa adalah rasa takut yang membuatkan kita semakin menghampirkan diri kepada Allah SWT.(pendapat penulis sahaja, boleh diterima dan ditolak)Beza bukan? Ini huraian mengenai TAQWA, semoga kita dapat bersama manfaat ilmu.



Seorang hamba tidak dapat mencapai derajat taqwa (muttaqin) sehingga meninggalkan apa yang tidak berdosa , semata-mata karena khawatir terjerumus
dalam dosa (H.R. At-Tirmidzi, Ibnu Majah)


Para ulama telah berusaha memberikan definisi taqwa yang mudah dicerna. Al- Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa taqwa adalah takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah, dan menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah. Taqwa juga berarti kewaspadaan, menjaga benar-benar perintah dan menjauhi larangan.

Secara sepintas, definisi taqwa tersebut cukup sederhana, namun ternyata dalam konteks amal, sangat memerlukan upaya sungguh-sungguh untuk meraihnya. Seorang sahabat Rasul SAW, Ubay bin Ka’ab pernah memberikan gambaran yang jelas tentang hakikat taqwa. Pada waktu itu, Umar bin Khaththab bertanya kepada Ubay tentang apa itu taqwa. Ubay balik bertanya : “Apakah Anda tidak pernah berjalan di tempat yang penuh duri?” Umar menjawab : “Ya.” Ubay bertanya lagi : “Lalu Anda berbuat apa?” Umar menjawab: “Saya sangat hati-hati dan bersungguh-sungguh menyelamatkan diri dari duri itu.” Ubay menimpali : “Itulah (contoh) taqwa.”

Menghadapi duri di jalanan saja sudah takut, apalagi menghadapi siksaan api neraka di akhirat kelak, seharusnya kita lebih takut lagi. Permasalahan yang dihadapi biasanya adalah “duri” semacam apakah yang dihindari oleh orang-orang bertaqwa itu dan sejauh manakah kita mampu untuk menghindari “duri” itu.

Definisi tentang taqwa menurut Al-Hasan Al-Bashri (yang juga diikuti dan disepakati oleh para ulama) di atas, memberikan kejelasan bahwa duri yang menghadang para muttaqin adalah apa-apa yang diharamkan atau dilarang oleh Allah SWT. Oleh karena itu, kita seharusnya berjalan hati-hati, waspada, dan takut terhadap semua larangan Allah.

Istilah taqwa memang sudah mula kehilangan makna. Padahal, bagi kaum muslimin, paling sedikit satu kali dalam seminggu, dalam khutbah Jum’at, khatib mengajak untuk senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kita. Dalam Al Qur’anul Karim, banyak ayat yang memerintahkan kita untuk bertaqwa. Allah SWT menjanjikan bahwa sesungguhnya manusia yang paling mulia di sisi-Nya adalah manusia yang paling bertaqwa.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menyatakan bahwa orang bertaqwa adalah orang yang telah menjadikan tabir penjaga antara dirinya dan neraka. Pernyataan ulama besar salaf ini memiliki kandungan yang lebih spesifik lagi. Orang bertaqwa berarti dia telah mengetahui hal-hal apa saja yang menyebabkan Allah murka dan menghukumnya di neraka. Selain itu, ia juga harus mengetahui batasan-batasan (aturan-aturan) Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya.

Di sinilah peranana yang penting dari perintah Rasul SAW untuk menuntut ilmu dari mulai lahir hingga liang lahat. Ketaqwaan sangat memerlukan landasan ilmu yang benar dan lurus, sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT sangat mencela kepada orang-orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan tentang batasan-batasan yang telah disampaikan kepada Rasul-Nya. Hal ini sejalan pula dengan firman Allah bahwa Alah akan meninggikan orang-orang berilmu beberapa darjat.

Dalam perjalanan meraih darjat taqwa diperlukan perjuangan yang sungguh-sungguh untuk melawan hawa nafsu, bisikan syaithaniyah yang sangat halus dan sering membuat manusia terpedaya. Sikap istiqamah dalam memegang ajaran Allah sangat diperlukan guna menghantarkan kita menuju derajat taqwa.

Syekh Abdul Qadir pernah memberikan nasihat : ”Jadilah kamu bila bersama Allah tidak berhubungan dengan makhluk dan bila bersama dengan makhluk tidak bersama nafsu. Siapa saja yang tidak sedemikian rupa, maka tentu ia akan selalu diliputi syaitan dan segala urusannya melewati batas.”

Seseorang yang bertaqwa akan meninggalkan dosa-dosa, baik kecil maupun besar. Baginya dosa kecil dan dosa besar adalah sama-sama dosa. Ia tidak akan memandang remeh dosa-dosa kecil, karena gunung yang besar tersusun dari batu-batu yang kecil (kerikil). Dosa yang kecil, jika dilakukan terus-menerus akan berubah menjadi dosa besar.
Tidak hanya hal-hal yang menyebabkan dosa saja yang ditinggalkan oleh orang-orang bertaqwa, hal-hal yang tidak menyebabkan dosa pun, jika itu meragukan, maka ditinggalkan pula dengan penuh keikhlasan.

Martabat Taqwa

Martabat Taqwa .

Menurut Al-‘Allamah Mustafa al-Khairi al-Manshuri, taqwa ini mempunyai tiga martabat;[8]

Martabat pertama : Membebaskan diri dari kekufuran .

Inilah yang diisyaratkan oleh Allah dengan “Kalimat at-Taqwa” dalam firmanNya :

“…lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat taqwa …”.

( Surah Al-Fath . Ayat : 26 )

Maksud kalimah at-Taqwa dalam ayat di atas ialah kalimah : “لا إله إلا الله محمد رسول الله” atau dua kalimah syahadah. Kalimah ini merupakan kalimah iman yang menjadi asas atau punca kepada taqwa.[9]

Martabat kedua : menjauhkan diri dari segala perkara yang membawa kepada dosa.

Martabat ketiga : Membersihkan batin (hati) dari segala yang menyibukkan atau melalaikan diri dari Allah swt.

Martabat yang ketiga inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah;

“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati melainkan kamu menyerah diri ( kepada Allah swt ).”

( Surah Ali Imran. Ayat : 102 )

p/s:Sekiranya Nabi masih hidup, nescaya baginda akan menangis melihat apa yang berlaku terhadap umatbya sekarang...sama-samalah mengkoreksi diri agar menjadi orang yang terbaik antara yang terbaik.



Wallahu A’lam bishshawab.


3 comments:

Muhammad Ibnu Nazir said...

Salam,

In The Name Of Allah.

Penghuraian ertikata Taqwa yang menarik dan berkesan.

Saya tertarik dengan sebuah kisah di mana Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a berasa gementar seluruh tubuhnya ketika ia mengambil air wudhuk akibat takutnya beliau apabila hendak bersolat. Beliau takut kalau-kalau bacaan dan ikrarnya terhadap Allah SWT ketika di dalam solat tersebut, tidak beliau turuti dan penuhi apa yang Allah SWT mahukan terhadap sekelian hamba-Nya.

SubhanaAllah, hebat!. Inilah manusia yang mengetahui dan memahami kalimah Allah.

Ahlus Sunnah Wal Jamaah As-Syairah & Maturidiyah said...

maaf saudara..
rasa nya pengertian taqwa saudara hanya omong2 kosong sahaja.. byk ditekan kn hanya kepada perkara furu'syarie yg semamangnya kebanyakkan umat islam buat.. tapi kenapa tidak mencerita kn perkara2 aqidah yg benar? aqidah yg haq? sedang kn dgn aqidah yg benar br lah taqwa akan terbit dr hati2 umat islam.. br lah umat islam takut untuk membuat dosa.. baru lah umat islam takut akan neraka-NYA.. berkejar2 akan syurga-Nya.. tp kebanyakkan pendai'e sekarang pn byk menyalak pd hal2 furu'.. sedangkan perkara tauhid lah yg lg penting perlu dijaga rapi.. tidak akan diterima amalan seseorg sekiranya aqidah nya salah.. tgk sahaja kisah Wasil Bin Ato'.. bagaimana wara' nya Wasil Bin Ato'.. betapa baiknya akhlak Wasil Bin Ato' tetapi kerana fahaman aqidahnya yg salah terjerumus kedalam kekafiran.. ini lah bapa mujasimah.. pernah kn terfikir saudara2 sekalian akan "adakah benar fahaman tauhid yg saudara fahami?" apa kurang nya wasil bin ato' dr kalian malah lebih lg amalan2nya dr saudara2 sekalian.. itu pn boleh terjerumus ke lembah kekafiran.. ini kn pulak kita? byk org sekarang terlepas pandang perkara ini.. yg di fikirkan nya org kafir yakni takut akan lain bangsa & agama menghancur kn umat islam.. tetapi adakah anda terfikir akan musuh dalam selimut? renung kn lah.. ISLAM BUKAN AGAMA FIKIR2.. untuk memahami agama perlu kn belajar yakni dgn bertalaqqi.. belajar kene ade rujukan yakni kitab.. bukan buku doktor danial yg byk berada dipasaran.. doktor danial bukan ulama'.. zahazan & zawawi juga bukan ulama'.. Imam Ghazali itu ulama.. imam syafie itu ulama'.. imam ibnu hajar As sakalani itu ulama'.. imam ibnu hajar al haitami itu ulama..

tuntut lah ilmu itu dgn belajar..

saniah hj ahmad said...

to Ahlus Sunnah Wal Jamaah As-Syairah

Terima kasih banyak atas penambahannya dengan huraian yang panjang lebar...cuma nasihat saya pada saudara JANGAN LANTAS MENGATAKAN SALAH SEKIRANYA KITA TIDAK TAHU DAN JANGAN KITA MENGAMBIL MUDAH DENGAN PERKARA YANG KITA TAHU.

Menuntut ilmu itu sememangnya jalan yang paling jelas adalah dengan belajar,apabila di sebut belajar maka perlu ada guru dan muridnya, namun jangan lupa..ilmu juga boleh diperolehi melalui pengalaman ujian kehidupan yang Allah berikan pada hambanya...

Saudara..
Sememangnya huraian saya mengenai taqwa ini adalah penghuraian ilmu syariat, ini juga bukan omongan kosong seperti yang saudara katakan.Ini juga ilmu.Saya tertanya-tanya..ADAKAH SAUDARA BENAR2 MEMBACA DARIPADA AWAL HINGGA AKHIR TULISAN SAYA? Nah! sepertinya belum..saya sarankan kpd saudara supaya baca semula dengan iman bukan dgn nafsu.Fahami apa yang sebenarnya yang ingin saya sampaikan.

Saudara,
Ingin saya ingatkan di sini, salah satu tingktan TAQWA itu juga adalah KEBERSIHAN HATI.Nah! saya sarankan lagi supaya saudara duduk bertalaqqi dengan guru saudara bab ini.Astaghfirullahal azim.

Wallahu a'lam..